Komunikasi dalam Perspektif Islam: Telaah Ayat dan Hadis

Dalam perspektif Islam, komunikasi bukan hanya sekedar persoalan menyampaikan pesan, tetapi juga merupakan sarana spiritual dan sosial yang sangat penting. Proses komunikasi yang baik berkontribusi terhadap pembentukan akhlak, keharmonisan sosial, serta penguatan iman. Islam menekankan pentingnya menjaga lisan, berbicara dengan santun, dan menyampaikan kebenaran secara hikmah. Melalui ayat Al-Qur’an dan hadis, umat Islam diajarkan bahwa setiap ucapan mengandung tanggung jawab moral dan spiritual yang akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat.


Ayat Al-Qur’an dan Hadis Terkait Komunikasi

Ayat Al-Qur’an: Surah Ibrahim ayat 24

"أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلٗا كَلِمَةٗ طَيِّبَةٗ كَشَجَرَةٖ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٞ وَفَرْعُهَا فِي ٱلسَّمَآءِ"

“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya menjulang ke langit.” (QS. Ibrahim: 24)

Hadis Nabi ﷺ: Riwayat Bukhari dan Muslim

"مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ"

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Tafsir Ayat dan Hadis

Tafsir Surah Ibrahim Ayat 24

Menurut Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah, ayat ini menggambarkan pentingnya ucapan yang baik sebagai simbol dari nilai-nilai yang kokoh dan berdampak luas. Kalimat thayyibah melambangkan: 

Akar yang kuat: Iman, niat yang ikhlas, dan akhlak yang baik.

Cabang yang menjulang: Pengaruh positif yang meluas dalam masyarakat, menyejukkan, dan membuahkan amal shalih.

Ucapan yang baik mencakup zikir, tauhid, nasihat yang membangun, dan tutur kata yang lembut. Ayat ini mendorong umat Islam agar komunikasi mereka mencerminkan iman dan integritas moral.

Tafsir Hadis “Berkatalah Baik atau Diam”

Hadis ini merupakan prinsip komunikasi Islami yang fundamental. Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menjelaskan bahwa hadis ini menegaskan pentingnya menyaring ucapan. Jika suatu ucapan tidak mengandung kebaikan, maka sikap terbaik adalah diam. Ini adalah bentuk tanggung jawab lisan, dan diam di sini bukan kebodohan, tetapi pilihan etis yang mencerminkan kedewasaan spiritual.

Hadis ini juga menekankan iman sebagai dasar komunikasi. Komunikasi yang buruk bukan hanya menyakiti orang lain, tetapi juga mengikis kualitas iman seseorang.


Kisah Hikmah dan Relevansi dalam Kehidupan Sehari-hari

Kisah Nabi Muhammad ﷺ dan Etika Komunikasi

Diriwayatkan dalam banyak riwayat, salah satu akhlak utama Nabi Muhammad ﷺ adalah lembut dalam berbicara, bahkan kepada orang-orang yang memusuhinya. Dalam peristiwa di Thaif, Nabi ﷺ dilempari batu dan dicaci, namun beliau tidak membalas dengan kemarahan, melainkan berkata:

“Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaumku karena mereka tidak mengetahui.”

(HR. al-Bukhari dalam Adabul Mufrad)

Ini adalah teladan utama bahwa komunikasi tidak harus keras untuk tegas, dan kesabaran dalam berkata adalah bentuk kekuatan batin.

Relevansi dalam Kehidupan Modern

Dalam kehidupan sehari-hari, tantangan komunikasi sangat besar, baik di media sosial, lingkungan kerja, hingga ruang keluarga. Berikut penerapan ayat dan hadis tersebut:

Di dunia digital, menjaga komentar dan unggahan agar tidak menyakiti, memfitnah, atau menyebarkan kebencian.

Dalam keluarga, kata-kata lembut menumbuhkan kehangatan. Perkataan kasar bisa melukai lebih dalam dari tindakan fisik.

Dalam pendidikan dan organisasi, mahasiswa sebagai agen perubahan perlu menjaga etika komunikasi—menyampaikan kritik dengan santun, berdiskusi dengan adab, serta menghargai pendapat.

Sebagaimana dikatakan oleh Suyanto Haryanto (2018), komunikasi Islami tidak lepas dari prinsip siddiq (jujur), amanah (terpercaya), tabligh (menyampaikan dengan benar), dan fathanah (cerdas).


Kesimpulan

Islam menempatkan komunikasi sebagai alat peradaban dan penguatan nilai moral. Melalui Surah Ibrahim ayat 24 dan hadis Nabi ﷺ, kita diajarkan bahwa ucapan yang baik ibarat pohon yang subur dan berdampak, sedangkan diam adalah pilihan bijak ketika ucapan tidak mendatangkan manfaat. Dalam era digital dan globalisasi saat ini, tantangan menjaga lisan semakin besar, namun prinsip komunikasi dalam Islam tetap relevan dan mendasar dalam membangun masyarakat yang berakhlak.

Setiap kata adalah cerminan iman, dan lisan adalah amanah. Maka, berbicaralah untuk kebaikan, atau diam sebagai bentuk kebijaksanaan.


Daftar Pustaka

Al-Qur’an al-Karim. (n.d.). Surah Ibrahim ayat 24. Departemen Agama Republik Indonesia.

Al-Bukhari, M. I. (2002). Shahih al-Bukhari (Terj. Muhammad Nashiruddin al-Albani). Beirut: Dar al-Fikr.

Muslim, I. H. (2003). Shahih Muslim (Terj. Abdul Hamid Siddiqi). Riyadh: Darussalam.

Quraish Shihab, M. (2002). Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an (Vol. 6). Jakarta: Lentera Hati.

Haryanto, S. (2018). Komunikasi dalam Perspektif Islam. Yogyakarta: Deepublish.

Nata, A. (2010). Pendidikan dalam Perspektif Al-Qur’an. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Nawawi, Y. (n.d.). Syarh Shahih Muslim. Beirut: Dar al-Ma’rifah.


Dosen Pengampu : 

Dawami, S.I KOM, M.P.D


Profil Penulis

Puji Astutik adalah mahasiswi Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI), Fakultas Tarbiyah, Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin (IAITF) Dumai. Saat ini penulis sedang menempuh mata kuliah Ilmu Komunikasi, dan berharap dapat menjadi pendidik yang tidak hanya menguasai ilmu agama, tetapi juga mampu menyampaikan pesan-pesan Islam secara bijak dan efektif di berbagai lini kehidupan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Komunikasi sebagai Proses Dinamis, Sistematik, dan Simbolik dalam Kehidupan Sehari-hari